Sampah Terbengkalai, Lalat Siap Suplai Penyakit
Suhu lingkungan, kelembaban udara dan curah hujan adalah komponen cuaca yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas makhluk hidup di alam. Siklus hidup serangga dan khususnya lalat sangat dipengaruhi oleh cuaca. Meskipun lalat lebih banyak hidup di daerah permukiman, tahap hidup pradewasa lebih banyak hidup bebas di alam. Larva lalat amat rentan terhadap kelembaban udara, suhu udara yang menyimpang, dan curah hujan yang berlebihan.
Dengan demikian, kita harus cermat menghadapi dampak cuaca/musim terhadap perkembangan lalat. Pengendalian tanpa meneliti pengaruh musim akan membawa dampak negatif terhadap pengendalian, paling tidak mengurangi efisiensi pengendalian.
Pengendalian Lalat
Untuk kasus Kota Bandung, tentu pengendalian lalat ini harus memperhatikan hal-hal lain yang saling terkait. Artinya, bila kita akan melakukan pengendalian, kita harus menganalisa terlebih dulu sumber serangga tersebut, bagaimana populasi serangga tersebut meningkat, bagaimana derajat gangguannya pada individu dan komunitas, peran serangga terhadap penularan penyakit bakterial dan viral. Dalam dinamika populasi, keberadaan dan besarnya populasi ditentukan oleh faktor fisik berupa cuaca/ iklim, habitat dan ekosistem, keberadaan inang, dan faktor biotik (pakan dan musuh alami).
Dengan demikian, dalam pengendalian, sebelum menentukan metoda mana yang kita anut, perlu pertimbangan matang dalam analisa gangguan. Sebagai contoh, kita akan membuang waktu, tenaga dan dana dalam pengendalian serangga pengganggu, bila asal/tempat perindukan tidak kita ketahui. Kecuali dalam suatu komunitas yang masalahnya sudah sangat berkaitan dan parah, tindakan yang mudah dan praktis harus kita lakukan untuk menyelamatkan lingkungan yang terbatas dahulu.
Beberapa metoda yang dapat dirujuk. Pertama, metoda nonkimiawi. Metoda ini dikenal sebagai metoda yang ramah lingkungan, dan bilamana analisanya benar, akan lebih mengenai sasaran dan mempunyai berbagai dampak positif, misalnya populasi serangga menurun serta peningkatan mutu lingkungan. Salah satu langkahnya yaitu dengan cara:
(1) pemulihan lingkungan berupa meningkatkan mutu sanitasi, yaitu dengan cara mengatasi kelemahan dalam pembuangan sampah, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan akan lingkungan yang bersih. Penataan hunian yang sehat.
(2) Penggunaan bahan fisik: penggunaan bahan fisik dipergunakan untuk mencegah kontak dengan lalat. Misalnya dengan cara mengatur tata letak dan rancang bangun rumah tinggal agar tidak mudah lalat masuk ke dalam. Penggunaan air curtain. Alat ini sering harus dipasang di tempat umum, misalnya pertokoan, rumah makan, pada pintu masuk. Alat ini mengembus udara yang cukup keras sehingga lalat enggan masuk ke dalam bangunan.
Kedua, menggunakan bahan kimiawi. Yakni dengan cara menghilangkan tempat perindukan, seperti penggunaan insektisida pada tempat perindukan berupa serbuk tabur untuk tempat perindukan lalat, atau pakan unggas yang telah diperkaya dengan insektisida. Dengan harapan tinja masih mengandung insektisida untuk membunuh larva.
Akhirnya, semoga pemerintah Kota Bandung dapat bertindak secara tepat dan bijaksana dalam pengendalian lalat akibat banyaknya timbulan sampah yang tidak terangkut di TPS yang ada di beberapa sudut kotanya, sehingga lalat itu tidak dapat menyebarkan beberapa penyakit.***
Penulis adalah dosen di Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) Kutamaya.