Berselancar di Dunia Hati (1)
Bila kita “berselancar” di dunia hati, maka kita akan bersentuhan dengan sesuatu yang berada di setiap sisi-sisi hati manusia tersebut, mulai dari arti hati secara fisik sampai dengan bagian-bagian hati itu bila dilihat secara ruhani, termasuk di dalamnya adalah segala organ tubuh yang sering berhubungan dengan hati itu sendiri.
Berbicara hati (qalb, kalbu), tentu kita akan melihatnya dari dua sudut kaca mata yang berbeda, yaitu hati fisik dan hati ruhani. Secara fisik, hati ini bagi kebanyakan orang merupakan sepotong organ dalam tubuh manusia yang terletak di bagian kiri dada dan sebagai sumber (pusat) roh. Dalam satu keterangan disebutkan, kalau sepotong organ ‘daging’ itu berbentuk buah sanaubar(berarti buah cemara atau sejenis dengan itu, mirip dengan jantung manusia. Kata ini bila diindonesiakan menjadi ‘sanubari’ untuk menunjukkan perasaan hati yang mendalam. Sebetulnya, terjemahan yang lebih tepat bagi kata qalbini dalam bahasa Indonesia adalah ‘jantung’). Dan secara teknis ilmu anatomi, hati ini diartikan sebagai suatu bagian isi perut yang merah kehitam-hitaman warnanya, terletak di sebelah kanan perut besar, gunanya untuk mengambil sari-sari makanan di dalam darah dan menghasilkan empedu.
Kalau dilihat secara ruhani, hati (qalb, kalbu) adalah hal-hal yang bersifat ruhani, rabbani non-inderawi yang tersimpan dalam nurani manusia. Demikianlah yang dikatakan dalam Alquran, yaitu tempat bersemayam iman, takwa, ihsan, dzikir, cinta, tentram dan lainnya. Selain itu, hati ini merupakan tempat bersemayam kekufuran, nifak, riya, dengki, iri, benci, cemas, dan lainnya.
Dalam bahasa lain, hati ini disebut sebagai sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat (pusat) segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian-pengertian (perasaan-perasaan, dsb). Arti lainnya, hati merupakan pusat pemahaman/internalisasi. Pusat Intutional Intelectual (II). Pusat memori dari semua amal (baik-buruk). Indera perasaan (rasa halus), untuk pencerapan hal yang abstrak. Indera hati (mata dan telinga hati), untuk pencerapan alam gaib.
Terkait dengan hati ini, menurut Al-Ghazali, hati (qalb, kalbu) ini dapat dimaknai sebagai sebuah lathifah (sesuatu yang amat halus dan lembut, tidak kasat mata, tak berupa dan tak dapat diraba), yang bersifat Rabbani ruhani (sesuatu yang berkaitan dengan sifat ilahiah dan roh/ruh), meski ada juga kaitannya dengan ‘organ hati’. Lathifah tersebut sesungguhnya adalah jati diri manusia atau hakikatnya. Dia adalah bagian (komponen) utama manusia yang berpotensi mencerap (memiliki daya tanggap atau persepsi), yang mengetahui dan mengenal, yang ditunjukan kepadanya segala pembicaraan dan penilaian, dan yang dicekam dan dimintai pertanggungjawaban.
Bagaimana menurut Anda?
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.