DBD dan Perilaku Kita
Oleh: Arda Dinata
LAGI-LAGI, demam berdarah dengue (DBD) renggut nyawa. Itulah headline HU Prianganedisi 10/3/2009.
Dalam berita itu disebutkan kalau DBD di Kota Tasikmalaya kembali merenggut korban jiwa. Adalah Desi Purnamasari gadis berusia 20 tahun anak pertama dari pasangan Mahmud (44) dan Siti Aisah (41), warga Kp. Sukasirna RT 01 RW 11 Kel. Sukanagara Kec. Purbaratu Kota Tasik meninggal akibat penyakit yang ditimbulkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Berdasarkan data dari Bidang P2PL Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, hingga akhir Februari 2009, penderita DBD mencapai 76 kasus. Data tersebut hingga Maret ini diperkirakan akan terus bertambah seiring perubahan cuaca dan banyaknya ditemukan kasus-kasus DBD di Kota Tasikmalaya. Sehingga pantas saja, dengan meningkatnya warga Kota Tasik yang terjangkit DBD ini membuat keprihatianan Walikota Tasik, Drs. H. Syraif Hidayat, M.Si. yang disampaikannya di sela-sela peresmian ruang rawat inap kelas 3 RSUD Tasik baru-baru ini.
Kalau mau jujur, sesungguhnya adanya kasus DBD ini merupakan cerminan dari perilaku kita selama ini. Sebab, keberadaan nyamuk, lingkungan dan perilaku manusia adalah tiga komponen yang memberikan kontribusi terhadap tersebarnya penyakit bersumber dari nyamuk (baca: DBD).
Kalau kita teliti lebih jauh, ternyata nyamuk ini tergolong serangga yang telah berumur, yakni sudah melewati suatu proses evolusi yang panjang. Sehingga, pantas saja kalau serangga ini memiliki sifat yang spesifik dan adaktif tinggal bersama manusia.
Bila diperhatikan dan dilihat dari siklus hidupnya, nyamuk ini termasuk serangga yang mengalami metamorphosis sempurna. Mulai dari telur, larva (jentik), pupa dan nyamuk dewasa. Lebih jauh, dari tahap-tahap siklus hidup tersebut, nyamuk itu merupakan serangga yang sangat sukses memanfaatkan air (lingkungan) , termasuk air alami dan air dari sumber buatan (baik yang bersifat permanen maupun temporer).
Menurut Upik Kesumawati Hadi & F.X. Koesharto (2006) menyebutkan kalau tempat seperti danau, aliran air, kolam, air payau, bendungan, saluran irigasi, air bebatuan, septic tank, selokan, kaleng bekas dan lainnya dapat berperan sebagai tempat bertelur dan tempat perkembangan larva nyamuk. Nyamuk yang berada di sekeliling rumah seperti Culex quinquefasciatus, Ae. aegypti dan Ae. albopictus, tumbuh dan berkembang dalam genangan air di sekitar kediaman kita.
Dalam bahasa Singgih H. Sigit (2006), lingkungkan permukiman manusia yang umumnya berupa suatu kompleks bangunan tempat tinggal berikut fasilitas yang berhubungan dengan pelbagai hajat hidupnya, termasuk juga jalan, selokan, berikut tanaman pekarangan dan hewan-hewan peliharaannya, merupakan sebuah ekosistem tersendiri yang unik. Lingkungan itu di bangun dan diciptakan terutama untuk kepentingan kenyamanan hidup manusia, tetapi pada kenyataannya banyak mahluk lainnya ikut memanfaatkan kondisi itu sebagai habitat, tempat istirahat serta tempat mencari makan. Salah satunya adalah nyamuk.
Kondisi lingkungan di Kota Tasik pun saya lihat banyak tempat yang sangat nyaman untuk dijadikan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, seperti ban bekas di bengkel-bengkel sepanjang jalan di wilayah Kota Tasik banyak yang tidak terlindung, sehingga banyak genangan air di dalam ban-ban bekas tersebut yang jadi tempat nyamuk bertelur. Belum lagi kondisi bak mandi di tempat-tempat umum (seperti terminal, masjid, mushola, sekolah, dll) maupun kondisi taman-taman yang tidak terawat baik taman umum maupun di rumah-rumah penduduk, tentu kondisi demikian merupakan tempat potensial bagi tumbuh kembangnya naymuk penyebab DBD. Lalu, bagaimana cara dan strategi yang kita lakukan untuk penanggulangan DBD tersebut?
Strategi Utama
Penanggulangan DBD yang perlu dilakukan dan paling efektif adalah gerakan 3-M, yakni menguras bak mandi, membubuhi bubuk abate ke panampungan air, menutup wadah penampungan air, mengubur dan menimbun barang bekas yang dapat menampung air hujan.
Adapun perilaku pemberdayaan yang harus jadi kebiasaan masyarakat sebagai aplikasi dari gerakan 3-M itu adalah: Pertama, menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi/WC, tempayan, ember, vas bunga, tempat minum burung dan lainnya seminggu sekali. Kedua, menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum dan lainnya. Ketiga, mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar/di luar rumah yang dapat menampung air hujan.
Selain itu, kita juga perlu memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk. Cara untuk membunuh jentik nyamuk demam berdarah yang ada di tempat air yang sulit dikuras atau daerah sulit air yaitu dengan menaburkan bubuk temephos (abate) atau altosid 2-3 bulan sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram altosid untuk 100 liter air.
Usaha lain yang dapat dilakukan masyarakat, diantaranya dengan memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk, mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok, memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi, serta tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
Terkait dengan strategi utama pemberdayaan dalam penanggulangan DBD ini, tentu diperlukan adanya perencanaan. Berikut ini adalah pokok dan bentuk kegiatan nyata yang perlu direncanakan dan dilakukan oleh masyarakat.. Pertama, melakukan tata laksana kasus, yang meliputi penemuan kasus, pengobatan penderita, dan sistem pelaporan yang cepat dan terdokumentasi dengan baik.
Kedua, melakukan penyelidikan epidemiologi, terutama terhadap daerah yang terdapat kasus penderita DBD. Penyelidikan ini tentu sangat berguna untuk melakukan penanggulangan fokus terhadap kasus DBD.
Ketiga, adanya penyuluhan tentang DBD kepada masyarakat, melakukan pemantauan jentik secara berkala, melakukan pemetaan penyebaran kasus, dan melakukan pertemuan kelompok kerja DBD secara lintas sektor dan program.
Keempat, melakukan gerakan bulan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) yang dilaksanakan sebelum bulan-bulan musim penularan penyakit DBD (data ini dapat kita peroleh dari data tahun sebelumnya). Artinya, bulan musim penularan penyakit DBD dapat diketahui, bila pencatatan dan pendataan dilakukan secara benar terhadap terjadinya kasus DBD di suatu daerah.
Kelima, dilakukan kegiatan pelatihan-pelatihan seputar penyakit DBD, mulai dari gejala penyakit DBD, cara pengobatan penderita yang terkena DBD, cara pencegahan penyakit DBD, dan lainnya.
Untuk itu, langkah yang perlu dilakukan adalah biasakan kita untuk menjaga keadaan sanitasi lingkungan sekitar tempat tinggal agar tetap bersih dan sehat. Sebab, inilah sesungguhnya kunci dari segala kunci dalam pengendalian terhadap bahaya nyamuk.***
ARDA DINATA
Pemerhati masalah lingkungan dan pendiri Majelis Inspirasi Al-Quran & Realitas Alam (MIQRA) Indonesia
*) Artikel di bawah ini adalah tulisanku yang telah dimuat koran HU Priangan Tasikmalaya edisi tgl 16 Maret 2009 pada rubrik OPINI.