Ketika Kata Itu Menyapa?
Sekali lagi, aku ingin sendiri menikmati gerimis yang dituang dalam cangkir kenanganku petang ini. Seperti gerimis yang sudah-sudah, rintik-rintik hujan itu selalu saja melukiskan wajahmu. Lalu, wajahmu dalam bingkai gerimis itu akan mengungkit-cungkil cerita yang pernah mengalir tentang kita, memenuhi gelas, dan akhirnya melumer hingga membasahi seluruh ingatanku.
Oleh: Arda Dinata
Inspirasi itu datang begitu tiba-tiba, di mana pun kita berada.
Pada suatu waktu seorang sahabatku, namanya Guntur Alam. Dia ini adalah seorang penulis cerpen yang saya cukup menikmati cerpen-cerpennya dan ia menulis di wall FB sebagai berikut:
Sekali lagi, aku ingin sendiri menikmati gerimis yang dituang dalam cangkir kenanganku petang ini. Seperti gerimis yang sudah-sudah, rintik-rintik hujan itu selalu saja melukiskan wajahmu. Lalu, wajahmu dalam bingkai gerimis itu akan mengungkit-cungkil cerita yang pernah mengalir tentang kita, memenuhi gelas, dan akhirnya melumer hingga membasahi seluruh ingatanku.
Membaca kata-kata itu, hatiku tergerak untuk mengomentari dan spontan langsung menuliskannya sesuai respon pikiran pada saat itu, inilah yang aku tulis:
Tiba-tiba ingatan itu engan menyapa dalam aliran gerimis kesadaran. Lalu, aku buka jendela memoriku dan akhirnya kutemukan pori-pori kedamaian yang sudah basah nikmat kehidupan.
Sahabat….saya hanya ingin mengatakan bahwa sesungguhnya kita itu memiliki bahasa yang luar biasa untuk segera diungkapkan ketika merespon bahasa dari orang lain. Untuk itu, ungkapkan lah respon-respon yang tergerak itu sesegera mungkin. Artinya ketika membaca tulisan apapun dari orang lain, latihlah diri ini dengan membalas sapaan itu dengan menuliskan isi perasaan kita dalam kata-kata yang terbesit setelah kita membaca tulisan itu. Seperti ketika kita ngobrol dengan lawan bicara kita. Bukankah kita sering terbiasa saling berdialog, tanya dan jawab, tegur-sapa, dan memberi respon terhadap laman bicara?
oya mas makasih…
amin….coba gabung di MIQRA INDONESIA facebook atau akun saya di FB untuk berbagi dengan saya…makasih…
aminn.. semoga saya bisa nulis. mungkin 2 atau tiga cerpen mas guntur alam yang saya baca, yang terbit di majalah islam sabili, memang indah sekali kata-kata mas guntur alam. bukan saja indah tapi penuh makna. terima kasih mas arda. oya mas arda, kapan-kapan posting tentang kepenulisan ya mas. aku kepingin menulis cerpen, tapi tak punya modal. karena ga sekolah. saya belajar menulis di sebuah blog saya mas, di http://lujengbae.blogspot.com kalau mas arda berkenan, mampir ya mas, kasih saya masukan untuk bisa nulis cerpen. sekali lagi terima kasih mas..