Saat ini, masalah kesehatan lingkungan menjadi semakin kompleks yang membutuhkan profesionalisme yang tepat untuk menyelesaikannya. Penyakit baru yang muncul dan muncul kembali terancam oleh faktor risiko kesehatan modern sebagai akibat dari eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali, kepatuhan dengan standar permintaan hidup yang tinggi, pertumbuhan populasi dan ekonomi, konsumerisme, dan gaya hidup yang tidak sehat.
SOROTAN TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN DI INDONESIA
Kesehatan lingkungan adalah ilmu, teknologi, praktik, dan gerakan yang sedang berkembang menuju kesehatan manusia yang lebih baik untuk hidup dalam lingkungan yang mendukung. Seperti di banyak negara lain, kesehatan lingkungan di Indonesia pada awalnya ditangani dengan sanitasi dasar klasik dan penyakit menular. Undang-Undang Epidemi pertama (Epidemie Ordonantie, Staatsbald No. 299) disahkan pada tahun 1911, dan kemudian digantikan oleh Undang-Undang Indonesia No. 6 tahun 1962 tentang Epidemi berdasarkan Undang-Undang Karantina Laut No. 1 tahun 1992 dan Undang-Undang Karantina Udara No. 2 dari 1992.
The Epidemic Act 1962 bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia dari infeksi besar pada waktu itu yaitu tifus abdominalis, paratyphi A, B, dan C, bacilli disentry, hepatitis, para kolera Eltor, diphteria, meningitis, poliomyelitis, dan penyakit lain seperti yang didefinisikan oleh Departemen Kesehatan berdasarkan Undang-Undang Penyediaan Kesehatan No. 9 tahun 1960. Berhadapan dengan penyakit menular, pada 5 September 1955 sekelompok pejabat kesehatan dari Departemen Kesehatan membentuk Ikatan Kontrolier Kesehatan Indonesia (IKKI).
Saat ini, masalah kesehatan lingkungan menjadi semakin kompleks yang membutuhkan profesionalisme yang tepat untuk menyelesaikannya. Penyakit baru yang muncul dan muncul kembali terancam oleh faktor risiko kesehatan modern sebagai akibat dari eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali, kepatuhan dengan standar permintaan hidup yang tinggi, pertumbuhan populasi dan ekonomi, konsumerisme, dan gaya hidup yang tidak sehat. Menanggapi tantangan ini, sekelompok minoritas aktif di kalangan akademisi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FPH-UI) mengambil inisiatif untuk mendirikan organisasi profesional. Pendidikan profesional sebagai kelanjutan dari, tetapi terpisah dari, pendidikan akademik pertama kali diwacanakan dalam lokakarya kurikulum sarjana nasional FPH-UI tahun 1998, tetapi tidak dihormati dengan memuaskan sampai 10 tahun kemudian ketika masyarakat internasional merespons pada tahun 2008.Adalah Umar-Fahmi Achmadi, Profesor dan Ketua kesehatan lingkungan dan pekerjaan di FPH-UI dan Profesor Tambahan di Griffith University Australia, yang melakukan kontak intensif dengan komunitas internasional selama Kongres Dunia Federasi Kesehatan Lingkungan ke-10 (IFEH) Internasional di Brisbane, Australia, 11 – 16 Mei 2008, ketika ia diundang sebagai salah satu pembicara utama. Banyak anggota dewan IFEH seperti Institut Kesehatan Lingkungan Kerajaan Skotlandia (REHIS), Institut Kesehatan Lingkungan Australia (AIEH, sekarang Kesehatan Lingkungan Australia, EHA) dan Institut Kesehatan Lingkungan Chartered (CIEH, Inggris, Wales, dan Irlandia Utara) , mendukung gagasan UFA untuk mendirikan organisasi profesional kesehatan lingkungan di Indonesia. Prinsip Tripod diusulkan, bahwa tiga pengembangan kesehatan lingkungan yang penting harus dilakukan secara bersamaan melalui a.pendidikan akademik, b. asosiasi profesional (melanjutkan profesionalisme melalui asosiasi), dan c. konsep atau model praktik profesional untuk praktisi atau spesialis kesehatan lingkungan kompeten yang bekerja secara independen dengan keahlian standar dan kode etik praktik.
Dua bulan kemudian, pada hari Senin 21 Juli 2008, Asosiasi Spesialis Kesehatan Lingkungan Indonesia benar-benar didirikan di Wisma Makara di Kampus UI Depok oleh akademisi kesehatan lingkungan dari fakultas kesehatan masyarakat dari lima universitas terkemuka (Universitas Indonesia, UI; Universitas Diponegoro, Undip; Universitas Airlangga, Unair; Universitas Hasanuddin, Unhas; dan University of Sumatra Utara, USU) di seluruh Indonesia. Deklarasi EHSA disaksikan oleh Notaris Terdaftar Haji Syarif Tanujaya dan Peter Davey (ketua, wilayah Asia-Pasifik IFEH, sekarang Presiden IFEH). Piagam Makara, disiapkan oleh Profesor UF Achmadi dan Abdur Rahman, secara resmi ditandatangani oleh 20 pendiri bersama yang mewakili 5 Universitas yaitu UI, Undip, Unair, Unhas, dan USU.
‘From What We Seen’ , sebuah lagu khusus (himne) menceritakan tentang cara sederhana namun bermakna untuk menyelamatkan planet bumi dari gaya hidup yang tidak sehat.Sayangnya, lagu ini tidak dapat disajikan dalam IFEH World Congress 2012 ke-12 di Lithuania karena masalah keuangan (di Vilnius AGM, EHSA hanya diwakili oleh Dewi Susanna). Namun, lagu tersebut dipresentasikan pada perayaan WEHD tahun kedua pada 28 September 2012 di Diseminasi Nasional Penelitian Kesehatan Masyarakat di kampus UI Depok. Bravo ke EHSA dan Envihsa ….!!
Asosiasi Spesialis Kesehatan Lingkungan Indonesia – EHSA
www.ArdaDinata.com:
| Share, Reference & Education |
FB: ARDA DINATA
Instagram: @arda.dinata




