Bagaimana Saya Bisa Menulis?
BAGAIMANA SAYA BISA MENULIS? (1): DARI TEKNIK MENULIS “BLAKBLAKAN” HINGGA TEKNIK MENULIS “BRAIN-BASED WRITING”
Oleh Hernowo Hasim
Minggu, 21 Mei 2017, mendatang, di Surabaya, saya diundang Sahabat Pena Nusantara (SPN) untuk menyampaikan materi tentang menulis mengalir bebas. Saya berjanji tak hanya akan “(ng)omong doang” alias “omdo”. Di acara tersebut, saya akan berusaha mendemonstrasikan bagaimana berlatih menulis mengalir bebas yang membuat diri saya tidak mengalami kegalauan dan ketegangan ketika mengawali menulis. Oh ya, SPN adalah komunitas menulis yang digawangi oleh seorang penggerak dan motivator menulis bernama M. Husnaini.
Setiap bulan, anggota SPN diminta untuk menyetor tulisan yang topiknya telah ditentukan. Tulisan-tulisan para anggota SPN tersebut kemudian, dalam periode tertentu, dikumpulkan dan diterbitkan secara keroyokan. Anggota SPN berasal dari berbagai kalangan (sepengetahuan saya banyak dari kalangan santri) dan memiliki kemampuan menulis yang berbeda-beda (dari level biasa hingga luar biasa).
Saya bergabung dengan SPN sejak awal. Acara di Surabaya nanti adalah acara kopi darat (kopdar) yang keempat. Biasanya, kopdar SPN memang dimanfaatkan untuk, antara lain, berbagi pengalaman menulis, meluncurkan buku baru, dan membincangkan organisasi. Saya baru sekali ikut kopdar SPN yaitu kopdar kedua ketika diselenggarakan di Yogyakarta. Menurut kabar, yang akan hadir di kopdar SPN 4 ini ada sekitar 40-an anggota.
Untuk mempersiapkan demonstrasi menulis mengalir bebas di Surabaya, saya pun berniat membuat tulisan berseri. Saya ingin menunjukkan kekayaan dan keragaman teknik menulis yang saya miliki. Berkat kekayaan dan keragaman teknik menulis itulah saya terus dapat meningkatkan kemampuan menulis hingga kini. Kebetulan teknik menulis saya kadang aneh-aneh dan tidak mengikuti arus sebagaimana mestinya.
Teknik menulis mengalir bebas hanya salah satu teknik menulis yang saya miliki meski teknik ini saya anggap teknik terpenting dari semua teknik menulis yang saya miliki. Saya dapat memiliki kekayaan dan keragaman teknik menulis berkat pengalaman saya memimpin Penerbit Kaifa—imprint Penerbit Mizan—yang dibentuk pada 1999, dan kemudian Penerbit Mizan Learning Center (MLC), yang saya pimpin sejak 2004. Pada awal penerbitannya, Kaifa berkonsentrasi menerbitkan buku yang membahas tentang “learning”.
Dan di setiap buku tentang “learning” yang diterbitkan Kaifa rata-rata membahas tentang kegiatan membaca dan menulis yang memberdayakan. Buku perdana Kaifa, dan yang belakangan kemudian berpengaruh sangat besar terhadap karier kepenulisan saya, adalah buku fenomenal Quantum Learning (Kaifa, 1999). Di buku ini ada kegiatan menulis dengan menggunakan otak kanan—otak kanan temuan Roger Sperry—yang menakjubkan. Saya menjadi keranjingan menulis ya gara-gara menulis yang menggunakan otak kanan ini.
Saya sendiri baru menggeluti dunia tulis-menulis secara serius dan intens ketika memimpin Penerbit Kaifa. Waktu itu usia saya sudah lewat 40 tahun. Sebelum menemukan buku-buku yang membahas tentang “learning”, saya terlebih dahulu bertemu dengan buku Dr. James W. Pennebaker yang berjudul Opening Up (terjemahannya diterbitkan oleh Mizan pada tahun 2002 dalam judul Ketika Diam Bukan Emas: Berbicara dan Menulis sebagai Terapi).
Meskipun buku ini berisi data riset tentang menulis yang dapat “menyembuhkan” tekanan, tanpa saya duga sebelumnya, saya berhasil menemukan teknik menulis blakblakan (opening up). Dan teknik ini ternyata senada dengan teknik menulis menggunakan otak kanan yang dipromosikan Quantum Learning. Quantum Learning sendiri menamakan teknik menulis menggunakan otak kanan sebagai teknik fast writing.
Setelah teknik fast writing dan opening up, saya bertemu dengan teknik “menulis super” yang diperkenalkan oleh buku K.U.A.S.A.I Lebih Cepat (Kaifa, 2003) karya pakar dan praktisi accelerated learning, Colin Rose. Di buku Colin Rose ini, ada satu bab khusus tentang bagaimana memiliki kemampuan menulis yang dapat menghasilkan tulisan yang bernada obrolan–ringan, tetap berbobot, dan tidak membuat dahi berkerut.
Setelah itu, saya bertemu dengan buku Brain-Based Learning (Corwin Press, 2000) karya Eric Jensen, yang menginspirasi saya untuk merumuskan teknik menulis bernama “brain-based writing”. Ketika saya membaca teori Howard Gardner, multiple intelligences, saya pun kemudian merumuskan kegiatan membaca dan menulis yang berbasis multiple intelligences.
Tentang membaca dan menulis yang berbasis multiple intelligences ini, belakangan saya menemukan dan membaca buku karya Thomas Armstrong yang berjudul The Multiple Intelligences of Reading dan Writing (ASCD, 2003). Teknik menulis berbasis mutltiple intelligences ini jelas sangat membantu saya dalam berlatih menulis dengan menggunakan beragam kecerdasan (sedikitnya ada tujuh jenis kecerdasan yang saya miliki).
Setelah semua itu, saya juga masih punya teknik membuka pikiran dengan mindmapping yang digagas oleh Joyce Wycoff, teknik clustering (mengelompokkan pikiran) yang dirumuskan oleh Gabriele Lusser Rico, teknik memetakan lanskap batin gagasan Nancy Margulies (lihat bukunya, Mapping Inner Space: Learning and Teaching Visual Mapping [Corwin Press, 2002]), dan teknik menulis mengalir bebas (free writing) yang dirumuskan oleh Lev Vygotsky, Peter Elbow, dan Natalie Goldberg.
Terakhir, saya juga punya kotak perkakas menulis (writing toolbox). Ada lima “perkakas” ajaib di dalamnya. Saya menciptakan kotak perkakas menulis ini atas anjuran penulis novel thriller kondang, Stephen King. Writing toolbox tersebut saat ini sedang saya jelaskan, secara mencicil, bagaimana mekanisme bekerjanya, di blog Mas Bambang Trim, Manistebu.com (bisa diklik di sini: https://manistebu.com/2017/04/cara-bekerjanya-perkakas-1-bahasa/).
Saya akan menunjukkan satu per satu berbagai teknik menulis yang telah saya sebutkan di atas di tulisan-tulisan mendatang. Salam.[]