Uncategorized

Manusia Edisi Baru: Moon Ribas dan Neil Harbisson

Manusia Edisi Baru: Moon Ribas dan Neil Harbisson
Oleh Hernowo Hasim
“Seperti spesies lain, kita adalah hasil evolusi jutaan tahun. Sekarang, kita mulai merebut kendali.” D.T. MAX
Kita yang dimaksud D.T. Max tentu saja adalah saya, Anda, dan manusia lain. Saya baru saja selesai membaca artikel D.T. Max di majalah National Geographic Indonesia edisi April 2017. Berkali-kali saya berdecak kagum. Tulisan D.T. Max—lulusan Harvard University dan penulis di The New Yorker, serta penulis buku Every Love Story Is A Ghost Story: A Life of David Foster Wallace (2012) yang sempat menjadi “New York Times bestseller”—yang saya baca berjudul “Manusia Edisi Baru”.
Tulisan D.T. Max berkisah tentang cyborg bernama Moon Ribas dan Neil Harbisson. Saya hanya ingin menyampaikan saja di sini. Saya ingin berbagi terkait dengan tulisan D.T. Max tersebut. Bagi yang sudah membaca ya hitung-hitung untuk mengingatkan kembali bahwa perkembangan teknologi telah berhasil mengubah kemampuan manusia. Bagi yang belum membaca, silakan menikmatinya.
Siapa Harbisson dan Ribas? Harbisson, yang lahir di Belfast dan dibesarkan di Spanyol, terkena penyakit langka: akromatopsia. Penyakit itu membuat Harbisson tidak mampu melihat warna. Dunia Harbisson adalah dunia hitam-putih. Meskipun begitu, Harbisson tidak pernah menganggap hidup tanpa warna—hanya hitam dan putih—sebagai cacat.
“Saya tetap dapat melihat lebih jauh,” ujarnya kepada D.T. Max. ” Saya juga lebih mudah menghafal bentuk. Perhatian saya tidak terpecah oleh warna.” Namun, akhirnya dia juga mengakui bahwa dia merasa penasaran tentang dunia yang berwarna itu. Akhirnya, rasa penasaran Harbisson terpenuhi. Dia menjadi manusia pertama yang kepalanya dipasangi antena hitam melengkung.
Antena hitam yang fantastis itu ditanam di belakang tengkorak kepalanya kemudian melengkung ke atas rambutnya yang pirang lebat. Pada usia awal 20-an, seorang dokter bedah menanamkan sebuah perangkat perbaikan sibernetis bagi tubuhnya. Mikrocip yang ditanamkan di tengkorak kepalanya mengubah frekuensi warna menjadi getaran di kepalanya.
Getaran itu lantas menjadi frekuensi suara dan mengubah tengkoraknya menjadi semacam telinga ketiga. Sambil mengarahkan antenanya ke temannya, Moon Ribas, Harbisson menyebutkan bahwa jaket temannya itu berwarna kuning. Dunia Harbisson tak lagi hitam-putih. Dengan antena dan perangkat mikrocip di tengkorak belakang kepalanya, dia dapat mendeteksi warna.
Yang menakjubkan, kemampuan Harbisson ternyata tak berhenti hanya melihat warna. “Antena tersebut memberinya kemampuan yang tidak dimiliki manusia lain,” tulis D.T. Max. “Harbisson memandang lampu di dek atap dan merasakan bahwa cahaya inframerah yang mengaktifkannya sedang mati. Dia kemudian melirik pot tanaman.” Apa yang dilihat Harbisson?
“Oh, dia dapat ‘melihat’ warna ultraviolet yang menunjukkan letak nektar di tengah bunga. Dia tak hanya menyamai kemampuan manusia biasa, tetapi melampauinya.” Menurut D.T. Max lebih jauh, fenomena Harbisson adalah contoh “perluasan besar potensi manusia”—sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Ray Kurzwell dalam buku karyanya, The Singularity Is Near.
“Harbisson sebenarnya tak pernah terpikir mengawali perwujudan impian Kurzwell,” tegas D.T. Max. “Visinya tentang masa depan lebih ke soal berinteraksi dengan alam, bukan soal teknologi. Tetapi, sejak menjadi bionik resmi pertama di dunia, dia juga menjadi semacam pejuang cyborg. Nah, fenomena Harbisson ini membuat Moon Ribas tertarik untuk mengikutinya.”
Siapa Ribas? Dia seniman bionik dan perempuan penari. Moon Ribas kemudian—mengikuti Harbisson—menghubungkan monitor gempa di ponselnya ke magnet getar yang ditanamkan di lengan atasnya. Dari penanaman perangkat itu, Ribas mendapat laporan gempa secara real time, sehingga merasa terhubung dengan gerakan bumi dan menafsirkannya melalui tarian.
“Tak lama lagi, fiksi ilmiah menjadi kenyataan,” begitu halaman 66 majalah National Geographic menyimpulkan fenomena Herbisson dan Ribas.[]
*Dari group Rumpi Penulis Profesional Indonesia  (Penpro).

admin

www.ArdaDinata.com adalah blog catatan dari seorang penulis merdeka, Arda Dinata yang dikelola secara profesional oleh Arda Publishing House.

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!