Budaya, Banjir, dan Trisakti Manusia - www.ArdaDinata.com
Inspirasi

Budaya, Banjir, dan Trisakti Manusia

MANUSIA dan kebudayaan merupakan sesuatu yang melekat dan saling berinteraksi untuk mencapai yang terbaik sesuai fenomena alamnya. Hal ini bisa dipahami, pasalnya kebudayaan adalah hasil karya-cipta (pengolahan, pengerahan dan pengarahan terhadap alam) manusia dengan kekuatan jiwa (fikiran, perasaan, kemauan, intuisi, imajinasi, inspirasi, dan fakultas ruhaniah lainnya) dan raganya, yang dimplementasikan oleh diri dalam berbagai kehidupan manusia. Yakni sebagai jawaban atas segala tantangan, tuntutan dan dorongan dari intra dan ekstra diri manusia menuju kebahagiaan, keselamatan dan kesejahteraan manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat. [Arda Dinata]

Oleh: Arda Dinata

Sementara itu, kebudayaan dalam mata Hadji Agoes Salim (1954), adalah persatuan dari budi dan daya menjadi kata dan makna yang sejiwa, tidak lagi menerima dibagi atau dipisah-pisah atas dua maknanya masing-masing. Yaitu budi yang mengandung makna, akal, fikiran, pengertian, faham, pendapat, ikhtiar, atau perasaan; dan daya yang mengandung makna tenaga, kekuatan, kesanggupan.

Dengan demikian kebudayaan mengandung makna leburan antara dua makna tersebut. Artinya himpunan segala usaha dan daya upaya yang dikerjakan dengan menggunakan hasil pendapat budi, untuk memperbaiki sesuatu tujuan mencapai kesempurnaan dengan mempergunakan daya-nya.

Betapa indah dan melegakan hati insan manusia, jika tataran makna kebudayaan itu bersemayam dan benar-benar telah diimplementasikan dalam hidup keseharian masyarakat Indonesia. Sehingga, menyikapi kondisi kekinian di beberapa belahan kota-kota di Indonesia, patut kita kedepankan pertanyaan tentang di manakah diletakan predikat “kebudayaan” pada manusia Indonesia itu? Bukankah, tiap manusia pada hakekatnya merupakan makhluk berbudaya!

* *

BETAPA sedihnya, bila predikat makhluk berbudaya itu telah lepas dari jaket kemanusiaan kita. Ini artinya kita telah memposisikan dirinya sama dengan binatang dan bahkan lebih rendah lagi. Amit-amit, bila hal ini benar-benar menimpa manusia-manusia Indonesia. Sehingga, keinginan mempertahankan predikat makhluk berbudaya itu, tentu bukan hanya sekedar keinginan, tapi yang lebih penting lagi adalah bukti nyata dari perilaku berbudaya dalam hidup keseharian kita.

BACA JUGA:  Wanita dan Keteladanan dalam Islam

Beberapa musibah, bencana alam, atau apalah namanya, yang terjadi belakangan ini merupakan catatan nyata atas tidak kekonsistenan “kebudayaan” kita. Kenapa terjadi banjir dan longsor hampir tiap tahun (pada musim hujan)? Dan mengapa terjadi kekurangan air (pada musim kemarau)? Padahal, kalau kita benar-benar fungsikan budi-nya, tentu seharusnya hal tersebut tidak terjadi separah saat ini dan yang telah menyengsarakan banyak orang itu.

Melalui budi-nya (akal, fikiran, pengertian, faham, pendapat, ikhtiar, atau perasaan), manusia sudah selayaknya mampu mengambil pelajaran berarti dari setiap fenomena alam yang terjadi. Dan kemudian menggunakan potensi daya-nya untuk membangunnya. Karena banjir tidak semata-mata datang begitu saja, seandainya lahan untuk menyimpannya tersedia dengan baik. Bukan malah sebaliknya, tandonan resapannya berubah fungsi dengan diganti oleh tembok-tembok bisu yang akan memakan kesunyian, kenyamanan, dan ketenangan tinggal dalam suasana hujan atau pun kemarau.

Di sini, hendaknya kita tidak seenaknya mengatasnamakan pembangunan untuk kepentingan rakyat, lantas kita boleh menebang pohon sembarangan, menutup lahan-lahan terbuka penyimpan air atau mengelola sampah seenaknya (baca: asal buang). Tentu, perilaku demikian bukan merupakan cerminan manusia yang memiliki predikat “berbudaya” itu. Bahkan, perilaku seperti ini akan medatangkan bencana dan kesengsaraan pada dirinya sendiri.

Manusia berbudaya, dengan berbekal akal, fikir dan ikhtiarnya, tentu akan mampu mengoptimalkan potensi dirinya itu untuk berbaik-baik, bersahabat dan mengelola alam semesta ini dengan bijaksana. Yakni pengelolaan alam yang berbudaya.

admin

www.ArdaDinata.com adalah blog catatan dari seorang penulis merdeka, Arda Dinata yang dikelola secara profesional oleh Arda Publishing House.

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!