Manajemen Pengendalian Pencemaran Udara Ruangan
UDARA adalah unsur terpenting bagi kehidupan manusia. Realitasnya, setiap kali kita bernapas, yang diisap adalah udara dan dipergunakan oleh tubuh sebagai salah satu unsur kehidupan.
Udara yang dihirup itu, diperoleh saat seseorang berada di suatu tempat. Bisa di dalam rumah dan tempat-tempat umum (TTU), seperti kendaraan bermotor, kapal laut/kapal udara, rumah sakit, ruangan pertunjukkan, dan sejenisnya.
Aktivitas sepanjang hidup manusia, gerak fisik napas ini dilakukan berulang-ulang. Dampaknya bila terjadi suatu perubahan komposisi udara (fisik, kimia), tentu akan memberikan gangguan terhadap kesehatan. Perubahan seperti itulah yang kita sebut sebagai pencemaran udara.
Dalam lingkup kota, kita mengenal dua pencemaran udara. Pertama, pencemaran udara bebas (outdoor air pollution), akibat pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang mempergunakan bahan bakar bensin dan solar. Kedua, pencemaran udara ruangan (Indoor air pollution), yang menjadi faktor utamanya adalah asap rokok.
Sumber Penyebab
Berkait dengan kualitas udara yang terakhir (baca: Indoor air), berikut ini beberapa sumber yang menyebabkannya, diantaranya: Pertama, asap rokok. Ini jelas-jelas merupakan donor dalam polusi udara ruangan. Lebih-lebih, kondisi ruangan TTU di Indonesia banyak yang tidak mencantumkan larangan merokok.
Hal ini, merupakan kondisi tidak menguntungkan. Padahal kita tahu, berdasarkan laporan SEAMIC Health Statistic (Maret 2001) tercatat bahwa bronkitis, emfisema, dan asma merupakan penyebab kematian ke-7 di Indonesia (3,6%). Sedangkan data Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI pada tahun 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronis, dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab terserang kematian.
Meskipun asal penyakit tersebut belum jelas, tetapi diketahui beberapa faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit itu adalah seperti kebiasaan merokok yang masih tinggi (terutama di negara berkembang), meningkatnya usia rata-rata penduduk menjadi 63 tahun, dan udara yang terpolusi.
Kedua, asap pembakaran. Asap ini berasal dari berbagai jenis bahan bakar yang kita gunakan di rumah, sehingga terjadi pencemaran udara ruangan. Dan bahan bakar kayu merupakan penyumbang polusi yang paling besar dibandingkan yang lainnya.
Ketiga, partikel dari alat rumah. Di dalam ruangan itu ada bahan yang bisa menjadi pencemar, misalnya cat, semen dan kayu. Sedangkan alat-alat yang dipergunakan di rumah sebagai penyumbang polusi udara, misalnya kasur kapuk, mesin pengisap debu, dan mesin fotocopi.
Keempat, manusia dan hewan peliharaan. Manusia itu sendiri sebenarnya bisa sebagai penyumbang pencemaran udara berupa partikel khusus (seperti virus, bakteri, protozoa, dan cacing). Sedangkan hewan peliharaan yang tidak terawat dengan baik, juga dapat menghasilkan partikel penyebab pencemaran udara ruangan, misalnya debu dari bulu-bulu kucing, anjing, dll.
Pengaruh Kesehatan
Tercetusnya kondisi pencemaran udara di ruangan seperti di atas, jelas-jelas akan berpengaruh bagi kesehatan manusia yang ada di ruangan tersebut. Pengaruh tersebut terutama berupa penularan penyakit bersifat airborne diseases (penyakit yang ditularkan melalui udara). Pencemaran udara ini akan berpengaruh terhadap angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) dari berbagai jenis penyakit. Tepatnya, polutan udara dapat menjadi sumber penyakit virus, bakteri, dan beberapa jenis cacing, dapat mendorong terjadinya penyakit polutan udara. Dampak selanjutnya sehingga mengakibatkan seseorang menjadi alergi dan sebagai pintu masuk bakteri (terjadi infeksi).
Penyakit alergi oleh polutan tersebut, juga memberikan sumbangan besar bagi pencemaran udara ruangan. Selain itu, adanya kontaminasi dari pencemaran udara bebas dengan polutan dapat memberikan sumbangan bagi pencemaran udara ruangan yang cukup signifikan.
Manajemen Pengendalian
Melihat besarnya efek yang diakibatkan oleh adanya pencemaran udara ruangan, maka kita tentu harus mampu untuk melakukan penerapan teknologi manajemen pengendalian pencemaran udara terhadap kondisi tersebut.
Pencemaran udara ruangan ini, memiliki angka standar yang didasarkan pada jam kerja yang biasa dilakukan. Untuk kondisi Indonesia, memiliki standar 8 jam kerja/hari atau 40 jam kerja/minggu. Dari standar ini, kemudian kita sesuaikan dengan ventilasi udara yang minimal dan udara di luar ruangan dalam keadaan tidak tercemar.
Selain itu, kita harus menentukan ukuran dan bahan bangunan yang digunakan harus sesuai dengan fungsi ruangan (ruang dapur, tidur, santai/hiburan). Dan yang tidak kalah penting untuk menghindari pencemaran udara ruangan adalah apakah ruangan itu bersifat bebas rokok atau tidak?
Dalam konteks teknologi manajemen pengendalian menghindari polusi udara ruangan ini, dr. drh. Mangku Sitepoe mengungkapkan empat hal yang perlu diperhatikan. Pertama, ventilasi udara yang sesuai. Pokok utama penggunaan ventilasi adalah kecukupan oksigen yang diperlukan oleh penghuni ruangan dengan berbagai aktivitasnya. Ventilasi yang memenuhi persyaratan kesehatan, diantaranya yaitu:
· Usahakan polutan yang masuk ke ruangan seminimum mungkin.
· Tempatkan alat pengeluaran udara (exhaust) dekat dengan sumber pencemaran.
· Semua udara yang dipergunakan tidak melalui sumber pencemaran.
· Pindahkan udara polutan dari sekeliling penghuni.
· Udara yang dikeluarkan dari ruangan jangan dimasukkan kembali ke dalam ruangan.
· Usahakan menggantikan udara yang ke luar dari ruangan sehingga udara yang masuk ke ruangan sesuai dengan kebutuhan.
Kedua, filtrasi. Untuk memisahkan polutan partikel dipergunakan berbagai jenis filter. Pemasangan filter yang digunakan dalam ruangan dimaksudkan untuk menangkap polutan dari sumbernya dan polutan dari udara luar ruangan.
Ketiga, pembersihan udara secara elektronik (Electronic air cleaner). Udara yang mengandung polutan dilewatkan melalui alat ini sehingga udara yang ada di dalam ruangan sudah berkurang polutannya atau ”bebas” polutan.
Keempat, filter dan penangkap gas. Dalam hal ini bukan polutan partikel, tetapi filter penangkap gas dan dipergunakan filter yang bersifat adsorben, pembakaran, dan reaksi katalik polutan sehingga diperoleh ruangan “bebas” polutan.
Akhirnya, dengan memperhatikan penerapan teknologi dalam bidang manajemen pengendalian pencemaran udara di ruangan oleh setiap perusahaan maupun perorangan, maka diharapkan kita dapat terhindar dari gangguan dan penyakit yang tergolong airborne diseases.*
Arda Dinata,
Penulis adalah dosen di Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) Kutamaya.