Namun demikian, keparipurnaan manusia diapit dengan kekurangan. Dr Yaswirman M.A. mengungkapkan bahwa para ahli jiwa hanya berhasil mengungkapkan gejala-gejala jiwa saja (baca: berpadunya jiwa dengan fisik dalam diri manusia). Yakni adanya pikiran, perasaan, dan kehendak yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Kondisi pikiran yang galau akan mengurangi keinginan, perasaan yang gunjang melemahkan pikiran, dan kehendak yang menggebu-gebu merusak pikiran. Kemampuan untuk menetralisir cara kerja gejala-gejala jiwa itulah yang menjadikan manusia sebagai makhluk paripurna. Bagi yang tidak bisa menetralisirnya, maka derajat mereka akan dijatuhkan ke tingkat paling rendah (asfala saafiliin). Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian Kami jatuhkan derajatnya ke tingkat yang terendah.” (QS. At-Tin: 4-5).
Di sinilah pentingnya sebuah tindakan dari pola pikir berupa pemahaman akan kualitas yang perlu dilakukan oleh setiap muslim. Karena kendati diciptakan sebagai makhluk paripurna, namun tidak semua manusia menyadari hal itu, sehingga ada yang hanyut dengan kedzaliman, kebatilan, kemaksiatan dan dikendalikan oleh alam. Artinya kunci keparipurnaan itu baru bisa dirasakan apabila potensi pikiran, keinginan dan kehendak tersebut kita isi dan pergunakan sebagaimana mestinya di bawah kendali kemauan Allah.
Akhirnya, sungguh indah dan beruntung manakala kita mampu melakukan pemahaman akan pentingnya kualitas dalam menjalankan proses kehidupan ini. Dan potensi itu terbentang luas di hadapan kita. Selanjutnya terserah Anda? Wallahu a’lam.***
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.