Membaca Perjalanan Menulis - www.ArdaDinata.com
Belajar MenulisCatatan HarianMotivasiTips Trik Menulis

Membaca Perjalanan Menulis

~~Mendiang novelis E.L. Doctorow pernah menggambarkan proses penulisan sebagai berikut: “Seperti mengendarai mobil pada malam hari, kita hanya dapat melihat sejauh yang diterangi lampu. Tetapi, kita–ternyata– dapat menempuh seluruh perjalanan dengan cara ini.” Jadi menulislah sekarang juga dan tempuhlah perjalanan menulis itu hingga akhir.~~ (Hernowo Hasim).

**
 
MASA kecilku dihiasi keindahan pemandangan alam pedesaan yang terhampar luas berupa sawah-sawah menghijau di wilayah Indramayu sana, tepatnya di Desa Tempel Kulon Kecamatan Lelea Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Lukisan dan pernak pernik masa kecil yang bergelut dengan aktivitas bertani di sawah itu telah membekas dalam tulisan memori ingatanku. Inilah ranah ‘menulis’ di otak.
Bermain, sekolah, mengaji dan membaca adalah rutinitas yang saya lakukan semasa di kampung kelahiranku. Terkait membaca ini, ada yang bisa saya ceritakan. Pada suatu pagi, ketika saya mau berangkat sekolah ada kabar sekolah kami ambruk karena kondisi bangunan yang sudah dimakan usia. Ada beberapa ruangan kelas belajar dan perpustakaan, satu diantaranya yang ikut menjadi korban robohnya bangunan sekolah tersebut.
Sesampainya di sekolah, hati saya cukup sedih. “Mau belajar di mana kalau ruangannya tidak ada,” pikirku saat itu. Saya pun langsung berbaur bersama-sama guru-guru dan murid-murid lain memunguti barang-barang yang masih bisa diselamatkan. Saya lebih tertarik menyelamatkan buku-buku yang tertindih bongkahan batu bata dan genteng yang telah hancur lebur berserakan di sana sini.
Saya pun atas ijin bapak dan ibu guru memohon untuk membawa pulang beberapa buku yang saya sukai dan sempat saya punguti dari sisa-sisa reruntuhan bangunan SD tersebut. Saya melahap semua bacaan yang dibawa pulang. Keranjingan membaca saya tidak berhenti sampai di situ. Sebagai anak kuwu (kepala desa), waktu itu ada beberapa koran dan majalah yang harus dibeli oleh setiap desa. Koran yang didrop dan wajib bayar itu, sesekali di bawa pulang ke rumah oleh bapak saya. 
Koran-koran dan majalah itulah yang sering saya buka dan baca-baca isinya. “Pinter banget nih orang yang menulis di koran ini. Banyak pengetahuan yang saya dapatkan dari membaca artikel dan informasi yang diberitakannya.” Pikiranku terus melayang dalam ketidak mengertian tentang bagaimana sampai bisa membuat dan menerbitkan koran ini.
**
 
KERANJINGAN membaca ini, terus berjalan seiring perjalanan kehidupan saya. Selanjutnya, selain membaca saya pun mulai terbiasa corat coret secara bebas lewat tulisan. Entah itu berupa surat, pantun, puisi, karangan dan tulisan untuk belajar berpidato.
Bentuk tulisan yang terkesan bagi saya dan membuat senyum-senyum sendiri ketika mengingat kejadian pada awal-awal dunia kepenulisan saya tersebut adalah ketika saya memberanikan diri mengungkapkan perasaan saya lewat tulisan di secarik kertas pada seorang anak perempuan yang saya kagumi dan senangi (ceeiilleeee……!).
Saya pun ngak ngerti kenapa saya lebih nyaman dalam mengungkapkan hasrat dan keinginan hati ini lewat media tulisan daripada mengungkapkan langsung kepada orangnya. Saya begitu malu bila berhadapan langsung pada orang yang coba saya kagumi. Padahal pada tahun 84-an, saat itu usia saya masih golongan SD kelas 4-an.
Selanjutnya, karya puisi dan kata-kata mutiara itu sering saya corat-coret yang dituangkan di sela-sela buku letjes untuk menulis pelajaran di sekolah. Saya paling senang kalau ada tugas mengarang. Buktinya, saya bisa mengarang berlembar-lembar. Bahkan bingung untuk berhentinya dan kecenderungan kalau kertasnya belum penuh, saya belum berhenti menulis. Makanya, saya lebih suka kalau ujian sekolah itu esai bukan multiple choice (pilihan ganda).
**
 
TERKAIT menulis ini saya sejalan dan setuju banget dengan apa yang diungkapkan mendiang novelis E.L. Doctorow, seperti ditulis Hernowo Hasim dalam status FB-nya (1/11/2015), yaitu pernah menggambarkan proses penulisan sebagai berikut: “Seperti mengendarai mobil pada malam hari, kita hanya dapat melihat sejauh yang diterangi lampu. Tetapi, kita–ternyata–dapat menempuh seluruh perjalanan dengan cara ini.” Jadi menulislah sekarang juga dan tempuhlah perjalanan menulis itu hingga akhir.
Motivasi menulis tersebut sejalan dengan apa yang pernah dikatakan dosen Silaen, “Mulailah menulis dari mana saja.” Artinya, untuk menulis itu sesungguhnya kita sudah mempunyai bekal yang cukup untuk menulis. Makanya menulislah dari mana saja sesuka hati kita dan mulailah menulis dari sekarang. Sebab bahan bacaan yang sudah terekam dalam pikiran dan memori ingatan kita selama ini adalah merupakan modal yang cukup untuk menulis. Lagi pula, bukankah, setiap kita sudah “membaca kehidupan” ini sejak kecil?
Akhirnya, lewat pengalaman hidup itulah, kita bisa berbagi ilmu dan pengalalam kepada orang lain melalui media tulisan. Semakin sering kita menuangkan isi pikiran kita lewat tulisan maka akan membuat kualitas tulisan kita semakin terasah dengan baik dan berkualitas. Yuk, menulis mulai sekarang juga dan nikmati pengalaman menulis itu sampai titik akhir tulisan kita. Rasakanlah manfaat dan hasilnya!***
Pangandaran, 01 November 2015
Arda Dinata adalah Penulis dan Pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.

admin

www.ArdaDinata.com adalah blog catatan dari seorang penulis merdeka, Arda Dinata yang dikelola secara profesional oleh Arda Publishing House.

2 komentar pada “Membaca Perjalanan Menulis

  • Sri Prihatiningsih
    Memang… yang berat adalah 'memulai' karena jika titik ini sudah terlewati, akan lebih mudah untuk melanjutkan ke titik-titik berikutnya…

    Balas
  • Setuju….inilah perjuangan awal yang mesti kita usahakan. Setelah semuanya telah menjadi rutinitas maka akan melancarkan usaha menulis kita selanjutnya….Salam sukses berkah selalu…aamiin…

    Balas

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!