Pintu-Pintu Menjadi Keluarga Rasulullah (Bagian 2)
“Jika kita melihat dan membaca sejarah dari bekas-bekas pertempuran yang ada di sekitar kota Madinah, maka dapat tersimpulkan kalau Nabi Saw dalam berperang lebih banyak bersikap defensif (mempertahankan) daripada offensif (menyerang).”
Oleh: Arda Dinata
Memang, Rasulullah itu meletakkan pribadinya kepada akhlak Alquran. “Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. Al-Hakim dan Baihaqi). Jadi, Nabi Saw merupakan ikutan bagi seluruh umat manusia. Perilaku Nabi sejak kecil sudah menampakkan sifat-sifat yang luar biasa. Mulai menjadi penggembala yang baik dan setia, sampai menjadi pedagang yang baik dan terpercaya, hingga menjadi kepala keluarga yang berhasil. Dan akhirnya jadi pemimpin umat yang dicintai dan disegani oleh kawan dan lawan.
Untuk menjadi keluarga Rasulullah (baca: menauladaninya), sebetulnya banyak pintu yang dapat kita lakukan. Kita bisa mulai dari profesi/aktivitas yang sedang kita jalani.
Kedua, sebagai pedagang, pebisnis, dan pelaku pertanian.
Salah satu ajaran Nabi Saw dalam berdagang adalah melarang adanya pemalsuan termasuk didalamnya mengurangi timbangan dan ukuran. Hal ini ditegaskan dalam Alquran, kecelakaan besar bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang). Yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan sebaliknya bila mereka menakar atau menimbang, mereka menguranginya.
Dalam berdagang dan berbisnis, Nabi Saw sangat menekankan nilai kejujuran. Nabi mengatakan, “Saudagar yang jujur dan dapat dipercaya akan dimasukkan ke dalam golongan para nabi, orang-orang jujur, dan para syuhada.” (HR. Tirmidzi). Secara tegas, Nabi melarang janganlah kamu sekalian satu sama lain saling hasad, tipu-menipu, dan janganlah (merebut) membeli atau menjual (barang) yang sedang atau hendak dibeli atau dijual oleh orang lain. Dan jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi orang muslim lainnya. Haram ia menganiaya, enggan membela, mendustainya dan menghinanya (HR. Bukhari).