Puskesmas dan Penilaian Akreditasi
Puskesmas dan Penilaian Akreditasi
Saya adalah seorang peneliti kesehatan (alumni kesehatan lingkungan) dan tenaga kesehatan yang bekerja di luar puskesmas. Cukup menarik tema akreditasi puskesmas ini. Ada yang pro dan kontrak itu sesuatu hal yang biasa. Saran saya ambillah sisi positifnya untuk meningkatkan pelayanan dan kualitas kerja teman-teman kita di puskesmas.
Berbicara puskesmas, saya teringat pada tahun 2011 saya ikut terlibat penelitian yang dilakukan secara nasional di seluruh Indonesia. Tepatnya, Kementerian Kesehatan dalam hal ini Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan melaksanakan Riset Fasilitas Kesehatan (RISFASKES) tahun 2011 secara nasional. RISFASKES 2011 mengumpulkan data mulai dari manajemen, SDM, program kerja dan sarana prasarana yang ada di puskesmas.
Satu hal yang menarik dari hasil riset tersebut tidak sedikit puskesmas secara manajemen masih kurang, standar minimal jumlah SDM dan sarana fasilitas maupun peralatan yang harus dimiliki puskesmas juga tidak terpenuhi.
Saya ambil contoh, secara manajemen kegiatan ada puskesmas yang tidak jelas visi dan misinya. Padahal visi misi ini adalah ruh yang menggerakan sebuah organisasi sekecil apapun. Harusnya tiap puskesmas punya visi misi yang jelas. Dari visi misi ini selanjutnya diterjemahkan dalam program kerja yang sesuai dengan visi misi tersebut. Walaupun kita tahu di puskesmas itu ada program wajib (minimal) yang harus dilakukan. Baru sebagai inovasi dan tambahan tentu sangat diperlukan program unggulannya.
Hal menarik lainnya, ketika diminta menunjukkan buku-buku pedoman program yang dikeluarkan Kemenkes itu banyak yang tidak memilikinya. Tentu, ini sangat miris sebagai pegangan dan pedoman bagi teman-teman di puskesmas dalam menjalankan kegiatannya tidak memiliki sebagai acuannya. Selanjutnya, secara program kerja atau kegiatan banyak yang tidak tertib administrasi dan dokumentasi. Baik itu dokumen perencanaan, pelaksanaan kegiatan di lapangan, dan evaluasinya. Walaupun ketika diwawancarai mereka mampu menjelaskan apa yang telah dilakukan. Tapi, ketika kita tidak bisa memperlihatkan bukti dokumentasi maka hal yang dijelaskan teman-teman tersebut adalah hanya termasuk karangan cerita saja. Termasuk alat-alat ukur pelayanan kesehatan minimal yang harus ada dan dimiliki oleh puskesmas yang sesuai standar juga masih belum terpenuhi.
Saat ini, kondisi era otonomi daerah dalam perencanaan pembangunan yang harus berbasis fakta itu justru tidak memanfaatkan data hasil riset tersebut dalam perencanaan pembangunan kesehatan di daerah-daerah. Sehingga tidak aneh bila alat-alat pengadaan barang yang diterima puskesmas itu kadangkala tidak sesuai kebutuhan puskesmas tersebut.
Ambil Sisi Positif
Menyikapi kondisi akreditasi puskesmas, bila saya analisis dengan sikap positif terdapat hal-hal yang bisa membuat manajemen dan pengelolaan program di puskesmas menjadi lebih baik. Namun, banyak pihak yang melakukannya “hangat-hangat tahi ayam” yang setelah akreditasi budaya kerja dan perilakunya kembali ke asal (yang tidak baik).
Secara subtansi, saya melihat dengan adanya akreditasi adalah momentum yang tepat bagi para penanggung jawab program untuk membangun komitmen dengan jajaran pimpinan puskesmas. Sebab, semua program memiliki peran yang sama. Apalagi selama ini terkesan di anak tirikan. Untuk itu, inilah sarana yang tepat untuk menunjukkan profesionalisme profesi kita sebagai tenaga Sanitarian misalnya.
Jadi, menurut saya semangat dan komitmen yang baik dalam mempersiapkan proses penilaian akreditasi ini harus dijaga dan dipertahankan dengan baik mulai dari pra dan pasca akreditasi. Untuk itu, saya berpesan buat teman-teman di puskesmas manfaatkan dengan baik momentum akreditasi ini untuk meningkatkan kualitas pelayanan program kerja puskesmas secara profesional dan menjadi lebih baik. Aamiin.
Salam sukses selalu. ..
Pangandaran, 18 Maret 2018
Arda Dinata
| www.ArdaDinata.com: | Share, Reference & Education |
FB: ARDA DINATA
Instagram: @arda.dinata