Sistem Manajemen dan Audit Lingkungan Industri
(e) Memberikan dasar atau bukti mentaati hukum, jika diminta pengadilan. (f) Mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab lingkungan pada karyawan. (g) Mengindentifikasi potensi penghematan akibat konservasi energi, reduksi limbah, daur ulang dan penggunaan kembali. (h) Menyediakan dokumentasi untuk public hearing, jika diminta pemerintah, LSM, atau media massa. (I) Menyediakan informasi untuk kepentingan asuransi, pemilik saham dan investor.
Manajemen Lingkungan
Sejak Conference on Human and Environment yang diadakan PBB tahun 1972 di Stockholm telah muncul kesadaran adanya keterkaitan dunia usaha dengan lingkungan. Konfrensi itu dilanjutkan di Nairobi pada 1982 yang melahirkan pemikiran bahwa pembangunan industri yang tidak terkontrol akan berpengaruh terhadap kelangsungan dunia usaha.
Pola pemikiran itu diwujudkan berupa terbentuknya United Nation Environment Program (UNEP) dan World Commission on Environment and Development (WCED). Dalam laporannya pada tahun 1987 WCED memperkenalkan istilah Sustainable Development yang mencakup pengertian bahwa kalangan industri sudah mulai mengembangkan sistem manajemen lingkungan yang dilaksanakan secara efektif. Bagimana dengan industri-industri di Indonesia? Kelanjutan dari situasi ini adalah dengan diselenggarakannya United Confrence on Environment and Development di Rio de Janeiro pada tahun 1982.
Sejarah standar manajemen lingkungan di dunia pertama kali dikeluarkan oleh Inggris pada tahun 1992, yaitu British Standard (BS) 7750. Baru pada tahun 1993 Uni Eropa mulai memberlakukan Eco Management and Audit Scheme (EMAS). Akibat kemunculan EMAS ini menyebabkan BS 7750 direvisi dan baru pada tahun 1994 kembali ditetapkan.
Kemudian atas dorongan dari kalangan dunia usaha ISO dan International Electrotechnical Commission (IEC), maka dibentuklah Strategic Advisory Group on the Environment (SAGE) pada Agustus 1991. SAGE merekomendasikan pada ISO mengenai perlu adanya suatu Technical Committe (TC) yang khusus bertugas untuk mengembangkan suatu seri standar manajemen lingkungan yang berlaku secara internasional.
Baru pada tahun 1993, ISO membentuk TC 207 yang khusus bertugas mengembangkan standar manajemen lingkungan yang dikenal sebagai ISO seri 14000. Standar yang dikembangkan pada ISO 14000 ini mencakup rangkaian enam aspek spesifik, yaitu Environmental Management System (EMS), Environmental Auditing (EA), Environmental Labelling (EL), Environmental Performance Evaluation (EPE), Life Cycle Analysis (LCA), dan Terms and Definition (TD).
Ada beberapa pokok pikiran yang mendasari keberadaan ISO seri 14000 ini. Pertama, menyediakan elemen-elemen dari suatu sistem manajemen lingkungan yang efektif dan dapat dipadukan dengan persyaratan manajemen lainnya. Kedua, membantu tercapainya tujuan ekonomi dan lingkungan dengan meningkatkan kinerja lingkungan dan menghilangkan serta mencegah terjadinya hambatan dalam perdagangan.
Ketiga, tidak dimaksudkan sebagai hambatan perdagangan non tarif atau untuk mengubah ketentuan-ketentuan hukum yang harus ditaati. Keempat, dapat diterapkan pada tipe dan skala organisasi. Kelima, agar tujuan dan sasaran lingkungan dapat tercapai, maka harus didorong dengan penggunaan Best Available Technology and Economically Viable (EVABAT).
Adapun keuntungan potensial yang diperoleh bagi perusahaan yang melaksanakan sistem manajemen lingkungan adalah optimisasi penghematan biaya dan efesiensi, mengurangi resiko lingkungan, meningkatkan ‘image’ organisasi, meningkatkan kepekaan terhadap perhatian publik, dan memperbaiki proses pengambilan keputusan (Lucy Lukman B; 1997).
Kalau saja kita perhatikan secara obyektif penerapan ISO 14000 akan memberi tantangan dan sekaligus peluang bagi setiap industri. Terlepas dari diterapkan atau tidaknya sistem ISO 14000 dalam perusahaan di Indonesia, setidaknya kita tetap harus mengetahui, mempelajari dan memahaminya sesuai perkembangan. Yang jelas, produk bersih dan ramah lingkungan merupakan prasyarat untuk dapat bersaing di pasar perdagangan bebas tahun 2003 (AFTA).***
Arda Dinata
Penulis adalah dosen di Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) Kutamaya.
Pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.