Kesehatan Lingkungan

4 Langkah Penting Agar Hutan Bebas Emisi

4 Langkah penting agar hutan bebas emisi. Artikel ini memberi informasi tentang bagaimana agar hutan itu bebas emisi yang sangat dibutuhkan masyarakat saat ini.

Regenerasi hutan dengan memulihkan hutan alam sekunder juga menjadi kunci keberhasilan penyerapan karbon. Hutan sekunder adalah hutan yang terbentuk secara alami setelah terjadi kerusakan ataupun perubahan bentangnya akibat aktivitas manusia.

Upaya restorasi menjadi penting karena berdasarkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, angka deforestasi hutan sekunder selama 2019-2020 mencapai 104,4 ribu hektare. Angka ini lebih tinggi dibandingkan kawasan hutan primer (hutan yang belum terdampak aktivitas manusia) dalam periode tersebut di Indonesia.

Indonesia membutuhkan setidaknya restorasi seluas 1,7 juta hektar hutan sekunder untuk mencapai kondisi bebas emisi sembilan tahun mendatang. Penanaman kembali pada area-area terdeforestasi dan terdegradasi baik ekosistem hutan dan non-hutan untuk memulihkan ekosistem, juga menaikkan angka penyerapan karbon.

4. Pendanaan negara maju

4 Langkah penting agar hutan bebas emisi. Artikel ini memberi informasi tentang bagaimana agar hutan itu bebas emisi yang sangat dibutuhkan masyarakat saat ini.

Langkah strategis lainnya untuk mendukung ambisi net-sink adalah pengembangan kapasitas para pihak, serta menggalang pendanaan negara maju.

Pemerintah dapat mengembangkan model-model kemitraan internasional untuk mendapatkan pembayaran berbasis kinerja (result based payment) seperti program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (_Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+).

Pola kemitraan yang adil pun mesti dijaga. Misalnya, mekanisme pembayaran yang dilakukan negara maju tidak bersifat tukar guling atas perhitungan karbon di Indonesia.

Adapun target yang ditetapkan Indonesia dalam strategi kehutanan LTS-LCCR masih bersifat umum. Pemerintah perlu melengkapinya dengan pedoman pelaksanaan yang lebih rinci yang dapat dievaluasi secara kuantitatif maupun spasial.

Berbagai strategi pengurangan emisi, terutama sektor kehutanan, juga harus diintegrasikan dengan perencanaan strategis lainnya. Misalnya rencana tata ruang wilayah (RTRW), perencanaan pembangunan nasional di tingkat pusat, maupun perencanaan strategis dari institusi pemerintahan dan lembaga tertentu.

Agar sejalan dengan visi Indonesia 2045 menjadi negara maju, upaya pencapaian net sink sektor kehutanan dan lahan pada tahun 2030 juga harus memberikan kontribusi ekonomi, serta mendorong transisi ke arah ekonomi hijau di tingkat nasional maupun di daerah-daerah.


Artikel ini adalah bagian dari liputan The Conversation tentang COP 26, konferensi iklim Glasgow, oleh para ahli dari seluruh dunia.
_Di tengah gelombang berita dan cerita iklim yang meningkat, The Conversation hadir untuk menjernihkan suasana dan memastikan Anda mendapatkan informasi yang dapat dipercaya.The Conversation


Mahawan Karuniasa, Dosen Program Studi Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia

Artikel ini terbit pertama kali di https://theconversation.com/

 

Arda Dinata adalah Pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia. Penulis buku Strategi Produktif Menulis dan penulis kolom di

https://insanitarian.com/ ,

http://www.produktifmenulis.com,

https://ardadinata.com/, dan

https://www.miqraindonesia.com/

admin

www.ArdaDinata.com adalah blog catatan dari seorang penulis merdeka, Arda Dinata yang dikelola secara profesional oleh Arda Publishing House.

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!