Belajar Go Green Ala Masyarakat Baduy: Ngubaran Pare dengan Biopestisida*)
Setelah ngubaran pare tahap pertama, pengobatan berikutnya dilakukan sebanyak tiga sampai sembilan kali. Menurut catatan Iskandar (2001), ada beberapa pengobatan padi yang dikenal masyarakat Baduy, misalnya berkait dengan usaha menanggulangi hama walang sangit atau kungkang (Leptocorisia sp, suku Coreidae) dengan obat khusus yang disebut tawa kungkang. Yaitu berupa campuran buah bingbin (Pinanga sp) dan pasir sungai (keusik) yang ditaburkan di lahan ladang. Pada waktu bersamaan, dari mulut pengobat biasanya disemburkan panglay (Zingiber cassumuar Roxb).
Sementara itu, pada pagi dan sore harinya dilakukan pembakaran daun yang beraroma bau, seperti walang (Zingiberaceae), kanyere (bridelia monoica), dan bungur (Lagerstromia sp) di dangau (saung) hingga mengepulkan asap. Selanjutnya, bau asap yang keluar dari dangau akan dihembuskan (oleh angin) dan menerpa pohon-pohon padi. Aroma bau asap itulah yang digunakan sebagai alat pengusir serangga hama padi di ladang.
Ramuan obat padi lainnya, adalah campuran daun mengkudu (Morinda citrifolia), air kelapa hijau (Cocos nucifera), dan tuak aren atau kawung (Arenga pinnata). Seluruh bahan ditumbuk dan dicampur dengan debu tungku dapur (lebu hawu), kemudian ditaburkan di lahan ladang. Sebelum ditaburkan di ladang, pada malam harinya dibacakan doa (mantra) dan diselenggarakan pertunjukan pembacaan cerita pantun yang berisi tentang kisah-kisah kehidupan masa lampau atau kisah padi.
Adanya aturan adat penyelamatan padi ini, tidak hanya pada masa tanam, tapi berlanjut sampai masa menyimpan padi di lumbung. Dalam tradisi penyimpanan padi ini, dikenal ada tiga upacara adat, yaitu ngadiukeun pare, ngepret, dan ngocek.
Pada acara ngadiukeun pare (menyimpan padi seusai panen ladang) dilakukan upacara ngukus tiga hari tiga malam secara berturut-turut. Ngukus berarti upacara pembacaan doa di sekitar lumbung padi, sedangkan di bawah lumbungnya dibakar ramuan dari gharu (Gonystylus macrophyllus), akar jambaka (Dianella nemurosa), dan kulit buah pisitan (Lansium domesticum) yang disimpan dalam tempurung kelapa berisi abu dapur.
Setelah acara ngadiukeun pare, kemudian ada upacara ngepret. Yaitu perlakuan terhadap padi yang telah disimpan di lumbung diciprati ramuan dari jaringao (Acorus calamus), cikur (Kaemfera galanga), panglay (Zingiber cassumunar), dan air. Sedangkan upacara ngocek diselenggarakan ketika melakukan pengambilan padi dari lumbung. Adapun ramuan yang disajikan terdiri dari daun sirih (Piper betle), jambe atau pinang (Areca catechu), apu (kapur), dan gambir.
Beberapa aturan adat tersebut, jelas-jelas berdampak positif terhadap daya tahan simpanan padi yang terpelihara dari gangguan serangga perusak biji padi. Dan beberapa ramuan itu, telah dikenal lama di Asia sebagai pengusir serangga. Jadi, inilah wujud pelestarian lingkungan (go green) ala masyarakat Baduy. Anda mau mencoba?***
Arda Dinata, pemerhati masalah lingkungan, bekerja di Loka Litbang P2B2 Ciamis, Balitbangkes Depkes.R.I. dan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Undip Semarang.
*) Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Artikel Ilmiah Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 2010 Komisariat Cirebon.