Jadi, biasa ala orang berilmu, ia tidak akan menjadi sombong, riya dan takabur dengan ilmu yang dimilikinya. Tapi, justru akan berusaha mengamalkan ilmunya dan sebagai sarana berbuat baik kepada sebanyak-banyaknya manusia.
Asy-Syafi’i berkata, “Seorang bijak menulis surat kepada seorang bijak.” Ia berkata, “Engkau telah diberi ilmu, maka jangan kotori ilmumu dengan kegelapan dosa-dosa sehingga engkau tetap dalam kegelapan disaat ahli ilmu diterangi oleh cahaya ilmu mereka.”
Secara demikian, biasa ala orang berilmu akan membatasi dirinya dalam memberikan informasi dengan cara tidak menyampaikan sesuatu di luar jangkauan akal lawan bicaranya. Hal ini seirama dengan sabda Rasulullah saw, “Kami –para Nabi—diperintahkan agar memperlakukan manusia sesuai dengan kedudukannya dan berbicara kepada mereka sesuai dengan kemampuan akalnya,” dan “Apabila seseorang itu berbicara dengan orang lain dengan bahan pembicaraan yang berada diluar kemampuan akalnya berarti ia telah menyebarkan fitnah kepada sesamanya.”
Dalam bahasa lain, Imam Malik bin Anas mengungkapkan, “Tidak pantas bagi seseorang alim berbicara tentang sesuatu ilmu di hadapan orang yang tidak mampu memikirkannya, sebab yang demikian itu sama artinya dengan merendahkan dan menghinakan derajat ilmu itu sendiri.”
Sesungguhnya orang-orang berilmu tidak akan memuji-muji dirinya sendiri, karena apabila seseorang telah memuji-muji dirinya, maka lenyaplah wibawanya. Ilmu itu bukanlah diukur dari banyaknya riwayat yang disampaikan seseorang, tetapi ia merupakan cahaya yang ditempatkan Allah dalam kalbunya. Betapa enaknya, bila kita mampu bersikap biasa ala orang berilmu seperti itu!
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.