Melahirkan Pribadi Unggul
KEHADIRAN Islam jelas-jelas merupakan kebaikan dan keselamatan bagi umat manusia. Pada masa awal Islam dan era Khulafaur Rasyidin, tak dipungkiri bahwa keluarga muslim telah mendapatkan kebahagiaan. Kuncinya, disebabkan ia memformat sesuai dengan manhaj yang lurus. Yaitu semua usaha kedua orang tua yang dicurahkan untuk mendidik anak-anaknya dalam naungan agama (Islam), melejitkan mereka untuk mencintai Allah dan bertakwa kepada-Nya, dan menanamkan akhlak mulia –akhlak Islam—dalam diri keluarga mereka.
Oleh: Arda Dinata
Akhlak mulia ini merupakan cerminan keimanan dan amal saleh seseorang. Dan akhlak mulia juga merupakan ciri-ciri keunggulan manusia, disamping tentunya berupa keimanan yang utuh dan amal ibadah itu sendiri –baik yang khususiah maupun fardhu kifayah–.
Atas dasar itu, pantas saja Islam mengajarkan dalam landasan memilih pasangan hidup (baca: baik bagi pihak lelaki maupun wanita), berpedoman pada landasan kesalehan yang benar dan keterkaitan/ jalinan yang utuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Nabi Saw bersabda, “Jika datang seorang pelamar yang bagus agamanya kepadamu, maka kawinkanlah dia. Karena jika tidak, akan terjadi fitnah di atas bumi dan banyak kerusakan.” (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi).
Batasan seperti itulah, kiranya yang patut menjadi dasar setiap muslim/muslimah dalam berusaha membangun sebuah ikatan keluarga sakinah.
Akhlak Pribadi Unggul
Keberadaan akhlak mulia bagi setiap pribadi unggul, adalah buah dari keimanan yang kental. Dan ini merupakan kekayaan yang tinggi nilainya dalam kehidupan manusia. Untuk itu, sejak awal kita harus berusaha memburu keilmuan tentang itu sebagai bekal dalam membangun kehidupan berumah tangga.
Dalam hal ini, kita telah sepakat bahwa kemuliaan akhlak bangsa ini akan tumbuh dengan baik, bila individu-individu dalam keluarga itu telah memiliki akhlak mulia. Dan Rasulullah Saw adalah contoh utama pembentuk akhlak dalam kehidupan setiap muslim. Dalam sebuah hadits, Nabi Saw bersabda, “Sesungguhnya aku diutuskan untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad).